TANTANGAN
MENGHADAPI ANAK MUDA GENERASI ABAD KE-21
oleh
Iis Achsa, S.Th. M.K.
“…
tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah
dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.” – Mat 9:36
Sebagian
orang menyebut generasi abad ke-21 adalah Generasi Z atau Generasi Platinum,
generasi yang lahir setelah Generasi Y atau Generasi Milenium. Belum ada kesepakatan,
mereka yang lahir di tahun berapa yang dapat disebut Generasi Platinum. Ada
yang berpendapat, mereka yang lahir sesudah tahun 2000, tapi ada juga yang
berpendapat mereka yang lahir pada pertengahan atau akhir tahun 1990-an atau
dari pertengahan tahun 2000 an sampai sekarang.
Sebagian
orang menyebut generasi ini dengan Generasi Platinum, untuk menggambarkan
generasi ini seperti platinum yang sangat bernilai lebih dari nilai emas. Mereka
memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi orang yang berkualitas dan
produktif, namun demikian jika dilihat sudut pandang Kekritenan, mereka berada
pada kondisi yang sangat berbahaya karena mereka berhadapan dengan “jebakan”
duniawi yang sangat kuat.
Mereka
lahir dengan segala ketersediaan sarana serta kemajuan teknologi. Mereka
memiliki karakter yang lebih ekspresif dan eksploratif selaras dengan arah
perkembangan zaman, memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengakses dan
mengakomodir informasi sehingga mereka memiliki kesempatan lebih banyak dan
terbuka untuk mengembangkan dirinya. Ditambah lagi, pada umumnya, mereka lahir
dari orang tua (lahir di tahun 70-an), yaitu generasi yang sudah memiliki
keinginan untuk mengoptimalkan potensinya, memiliki latar belakang pendidikan
tinggi, terbuka, dan lebih mudah menerima perubahan, terutama teknologi.
Generasi
sebelumnya memang sudah memiliki tingkat literasi teknologi yang tinggi, namun
mereka hanya sebatas sebagai pengguna saja. Generasi Platinum adalah generasi
yang memiliki orientasi dan tuntutan sekaligus kemampuan berkarya, berperan
sebagai produsen, kreator, ataupun inisiator.
Disisi
lain, mudahnya mereka mendapatkan informasi dan membangun komunikasi global
dapat mempengaruhi nilai-nilai kehidupan mereka. Mereka menerima semua
informasi tanpa filter sehingga budaya dunia yang bertubi-tubi datang-nya itu
begitu mudah masuk dalam kehidupan mereka dan menjadi bagian hidup dan bisa
menjadi norma mereka. Budaya dunia yang jauh dari kebenaran itu, antara lain,
hidup dengan semangat kompetisi yang tinggi, mengejar kenikmatan hidup,
anti-otoriterisme, anti-sosial, mementingkan diri dan kelompoknya, jiwa
pemberontakan yang tinggi, menyukai bebas tanpa batasan, menghindari
penderitaan, mudah frustasi dan putus asa, suka terlibat dengan kuasa-kuasa
gaib, suka pada kekerasan hukuman.
Generasi
Platinum juga ditandai dengan kehausan akan kepuasan rohani. Mereka yang
Kristen-pun lapar secara rohani tapi mereka tidak mencari Tuhan dalam Alkitab,
seperti yang ditulis oleh Dr Sharlene Swartz and Dr Graeme Codrington,
“Generasi abad ke 21 adalah generasi yang memiliki kerinduan yang dalam untuk
mendapat kepuasan rohani, tetapi mereka tidak mencari Tuhan yang tertulis dalam
Alkitab. Yang mereka lakukan adalah mencari tahu mengapa mereka harus menjadi
Kristen diantara banyak ajaran yang lain.”
Masih
banyak karakteristik anak muda Generasi Platinum yang dapat ditengarai, tetapi
dari karakteristik yang diuraikan diatas, kita sudah dapat menyimpulkan bahwa
generasi ini sangat kesepian, haus kasih dan membutuhkan Injil kebenaran.
STRATEGI MENGHADAPI GENERASI ABAD KE-21
Sebagai
para pekerja/pelayan bagi anak muda generasi platinum, kita, Perkantas dapat
melakukan beberapa cara strategis dalam menjangkau dan menghadapi generasi
platinum. Salah satu strategi yang efektif adalah melakukan pelayanan berbasis
relasi yang berkualitas dalam komunitas yang Alkitabiah, yaitu KTB.
Pelayanan
dalam konteks postmodern mengharuskan kita membentuk komunitas yang Alkitabiah
dengan pendekatan relasional dan membangun relasi yang sehat dan kuat, seperti
yang dikatakan oleh George Barna, "Generation abad ke-21 ini secara terus
terang menolak relasi yang bersifat impersonal dan superficial, mereka tidak
ingin memiliki pola relasi yang “cair” seperti yang ‘dianut’ orang tua mereka
(Generasi Boomers). Mereka lebih memilih pola relasi yang tradisional,
sebuah relasi yang permanen …”
Unsur
kedua dalam pendekatan ini adalah kekuatan kasih. “Mereka mungkin nampak kasar
dan keras, namun hatinya mudah disentuh”, demikian pendapat seorang Scripture
Union Youth Worker. Dan pendapat ini diteguhkan dengan penelitian yang
dilakukan terhadap Remaja Afrika Selatan. Hasil penelitian ini mendapati, bahwa
kasih adalah faktor utama yang dapat memotivasi mereka untuk menjadi baik.
Unsur
ketiga adalah komunikasi yang intens. Kemunikasi yang terus menerus
memungkinkan para pelayan anak muda ini menunjukkan bagaimana mereka memberi
diri untuk melayani sehingga generasi ini dapat menaruh percaya. Ketika rasa
percaya sudah terbangun, maka pemberitakan Injil dapat disampaikan secara
leluasa. Selain itu, komunikasi yang intens memungkinkan para pelayan anak muda
dapat menjadi model bagaimana hidup sebagai pengikut Kristus.
KESIMPULAN
Anak
muda generasi platinum adalah generasi anak-anak yang pandai, cerdas, memiliki
pola pikir yang unik, mungkin memiliki masalah kehidupan yang ekstrim dan yang
sangat biasa dengan kecanggihan teknologi. Menjangkau mereka membutuhkan para
pelayan anak muda yang cinta Tuhan, punya hati dan mempunyai keterampilan yang
cukup. Bagi kita, staf Perkantas, pola ini bukan hal yang baru, kita perlu berupaya
menambahkan berbagai keterampilan relasi, komunikasi dan ketekunan menjangkau
dan mengasuh mereka disertai dengan doa.
Sumber
: the Baptist Journal of Theology (South Africa), 2003 dan berbagai sumber yang
lain.
(Penulis
adalah Staf Senior Perkantas Jatim dan Konselor di Griya Pulih Asih)
Komentar
Posting Komentar