Selektif dan Efektif, Tahan Banting - What does Discipleship and Student Ministry Driven Person look like?


Selektif dan Efektif, Tahan Banting - What does Discipleship and Student Ministry Driven Person look like? 
oleh Iwan Catur Wibowo, S.S., M.Div.

Bila Anda seorang pengurus persekutuan di sekolah (PSK) atau di kampus (PMK) Anda, apalagi bila Anda seorang full-timer lembaga pelayanan siswa/mahasiswa seperti saya, pertanyaan di atas harus terasa penting bagi Anda dan saya: apakah visi dan filosofi pelayanan ini telah juga menjadi visi dan filosofi pribadi kita? Jika ya, bagaimanakah seharusnya bila hidup kita ini diarahkan/dipimpin/disemangati oleh visi dan spirit pelayanan ini? Mereka yang belum lama terlibat bisa jadi enggan memikirkan hal ini dengan serius, yang sudah cukup lamapun bisa jadi sudah tidak lagi terlalu memusingkannya.
Ya, rutinitas atau juga banyaknya program pelayanan bisa membuat kita merasa cukup atau merasa sibuk dengan aktifitas-aktifitas hari ini saja. Bila ini yang terjadi, maka cepat atau lambat kekeringan dan kelelahanlah konsekuensinya. Bahkan yang fatal adalah bila pada akhirnya kita mendapati diri kita telah memanjat di tangga yang salah! Tentu kita tidak ingin berakhir seperti itu bukan ?
Maka saya senang sekali ketika isu purpose driven life yang diangkat Rick Warren itu menjadi wacana yang meluas, menjadi topik yang populer dewasa ini. Tema tersebut memberi inspirasi kita untuk menjadi purpose driven person, di bidang apapun dan di posisi apapun kita saat ini. Dari pengalaman pribadi, yang saya alami dan rasakan ketika saya memahami dan menyetujui dengan baik purpose atau visi pelayanan maha/siswa dan membiarkan diri saya dikendalikan oleh visi itu, minimal bisa menolong saya dan Anda dalam 2 hal berikut ini:
1. Membuat kita menjadi pekerja Kristus yang selektif.
Dunia kecil di sekeliling kita ini (kota, gereja, sekolah/kampus) tawarkan banyak kesempatan melayani, yang semuanya baik. Kesempatan untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan tersedia berlimpah di komunita kita. Apalagi realitanya masih sama dengan jaman Tuhan Yesus: tuaian banyak, pekerja sedikit.  Maka ketidakjelasan dan ketidakmantapan kita akan bidang layan dan target spesifik yang secara khusus telah Tuhan sediakan bagi kita akan membuat kita mudah merasa terpanggil dalam semua, merasa harus kerjakan semua, terlibat dalam semua pelayanan yang baik itu. Tetapi tuntutan dan dorongan untuk memberi yang terbaik, total, dalam semua keterlibatan kita itu pastilah akan bertabrakan dengan kapasitas kita (waktu, tenaga, pikiran, emosi, juga uang kita).
Berapa banyak di antara kita yang selalu didera perasaan bersalah , merasa banyak pelayanan tak terkerjakan dengan tuntas, merasa tidak/belum berguna bagi Allah, meski tiap hari dan tiap saat begitu banyak sumber daya dalam diri kita yang tercurah untuk persekutuan di sekolah/kampus, di gereja kita, di lingkungan tempat tinggal kita, dll. (di tengah tuntutan akademik atau tanggung jawab pada keluarga yang juga besar itu!). Ini salah satu tanda, lampu merah buat Anda dan saya untuk berhenti sejenak, dan pikirkan lagi purpose, visi yang Tuhan mau secara khusus Ia kerjakan melalui hidup kita yang terbatas kapasitasnya ini, dan membuat pilihan-pilihan, mulai selektif, meski beban pelayanan kita begitu besar untuk semua bidang.
Tanpa dituntun oleh visi, lalu tanpa selektifitas, saya takut apabila kita (sebagai aktifis pelayanan siswa/mahasiswa) mati hari ini, Anda dan saya tidak bisa rasakan kelegaan yang Yesus alami menjelang kematianNya, yang terekspresi dalam doaNya di Yohanes 17:4 itu: “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepadaKU untuk melakukannya”. Ada keyakinan telah melaksanakan tugas dari Bapa dengan tuntas di dalam doa ini, ada nada puas. Padahal kita tahu , masih banyak orang sakit, orang gila yang belum Ia sembuhkan dengan mujizatNya, dan tidak semua orang di Palestina waktu itu yang telah mendengar kotbahNya. Saya percaya keyakinan dan kelegaan itu merupakan konsekuensi logis dari hidupNya yang dipimpin oleh sebuah purpose, visi yang jelas. Saya punya contoh buktinya di Markus 1:38, perhatikan bagaimana pagi itu Yesus menolak sembuhkan banyak orang yang menungguNya semalaman dan justru mengajak murid-muridNya untuk “...pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana Aku memberitakan Injil, karena untuk itulah Aku telah datang”.
Ya, Yesus memang lakukan banyak pelayanan, tapi Ia tetap mampu membuat pilihan-pilihan, selektif, demi fokusNya pada purpose, demi prioritasNya pada visi. Bukankah Anda dan saya ingin seperti Dia? Maka selektifitas harus menjadi seni yang kita kuasai dengan baik. Tidak mudah itu pasti, tapi akan jauh lebih mudah bila punya dan fokus pada purpose/visi pelayanan siswa dan mahasiswa. First thing first, saying NO to good and better things to save the best, focus on the important and not the urgents, prinsip-prinsip ini jelas hanya bisa jalan hanya jika kita tahu, punya purpose, visi yang jelas. Mari, sama-sama kita belajar.
2. Membuat kita menjadi pekerja Kristus yang efektif dan tahan banting.    
Efektifitas tidak identik dengan produktifitas, melainkan merupakan hasil dari kerja maksimal dan tepat sasaran (saya menyebutnya success with purpose, lawan dari “sukses-sukses sampingan” yang kita dapat dalam pelayanan yang kalau tidak hati-hati bisa bikin kita bergeser fokus, larut dalam menikmatinya). Efektifitas akan teralami ketika kita memiliki tujuan/ sasaran yang menuntut segalanya dan yang terbaik dari diri kita.  Purpose itulah yang membuat kita tekun, maju terus pada fokus, ketika mengahadapi tantangan penderitaan, kesalahan atau kegagalan, dan juga ketika menghadapi tawaran yang menggiurkan.
Contoh tantangan yang pertama saya dapati dalam diri Paulus (juga Yesus tentunya). Paulus memiliki iman yang tangguh di tengah tantangan dan kesulitan, bahkan penderitaan. Tak ada oposisi atau ancaman apapun yang bisa memaksa dia keluar dari jalur pelayanannya. Tak ada penderitaan apapun yang meyakinkan dia bahwa ia sedang berada di jalur yang salah, tak ada kesulitan apapun yang membuat dia tergoda untuk berpikir bahwa dirinya telah membuat pilihan yang salah dalam perjalanan ke Damaskus itu. Di akhir hidupnya, di antara pesan-pesan terakhir yang ditulisnya adal kalimat ini: “aku...mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan ..., yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Flp 3:13-14). Sebagai staf, saya sering punya “salib-salib” seorang staf yang kadang terasa terlalu berat untuk dipikul, sumbernya internal maupun eksternal. Nah, Paulus itu, juga Yeremia dan Tuhan Yesus, teladan saya to move on,  pribadi-pribadi yang tahan banting, tetap efektif di tengah penderitaan, karena miliki purpose driven life. Purpose membantu saya relatif lebih jeli ketika melihat kesempatan-kesempatan emas datang tersamar sebagai masalah-masalah. Itu sering terjadi.
Contoh tantangan kedua saya dapati di Yohanes 6:15, di mana Yesus menyingkir ke gunung ketika orang banyak hendak menjadikan Dia raja. Memang Dia Raja, bahkan Raja atas segala raja, Raja alam semesta, namun ketika kemuliaan yang ditawarkan padaNya tidak segaris dengan purpose-Nya di dunia, Ia mampu menolaknya dengan tegas. Bukankah “kesempatan-kesempatan” pelayanan yang ditawarkan pada kita, yang menggoda Anda dan saya untuk tinggalkan atau sekedar menomorduakan pelayanan di sekolah/kampus kita itu juga (tendensinya) menyediakan rewards tertentu yang menggiurkan bagi kita? Ketidakjelasan purposesingle mindedly, menggoda kita lakukan banyak pelayanan, bikin kita loosing control, loosing focus. Jelas, mana mungkin bisa efektif. Sebaliknya, dengan purpose yang jelas, seluruh aspek hidup dan aktifitas harian kita, bahkan yang umumnya diberi label kegiatan sekuler, bisa kita kenali kaitannya dengan purpose itu dan kita arahkan dengan gerak maksimal menuju ke sana. Jelas efektif itu.hidup dan pelayanan membuat tingkat kerentanan kita terhadap tawaran kemuliaan diri sangat tinggi, membuat kita sulit melayani di PSK/PMK kita
So, now what? Ya selalu gumuli terus visi Anda dan saya ini dalam pelayanan siswa/mahasiswa, mohon Tuhan perjelas, pertajam, sehingga kita makin spesifik (namun tetap holistik!) dalam bermisi. Menurut Anda bagaimana?


Komentar