oleh Ivanna Asnur Muskananfola
Ajaib.
Mengagumkan. Luar biasa. Itulah yang terpikir ketika merenungkan tindakan dan
perkataan Petrus dalam Kisah Para Rasul 4:5-12. Di hadapan Imam Besar Hanas,
Kayafas, Yohanes, Aleksander dan semua orang lain yang termasuk keturunan Imam
Besar, seorang yang sebelumnya penjala ikan menyaksikan sumber kuasa atas
kebajikan yang dilakukannya dan Yohanes serta keselamatan tidak ada di dalam
siapapun juga selain di dalam Yesus.
Tentunya
telah lebih dari 53 hari setelah Petrus tiga kali menyangkal Yesus sebelum ayam
berkokok dua kali (Markus 14:66-72). Bahkan diceritakan bahwa saat itu ia
menyangkal-Nya di hadapan seorang hamba perempuan dan orang-orang lain yang ada
di situ.
Apa
yang telah Petrus alami dalam rentang waktu dua peristiwa itu? Ia mengalami
realisasi pernyataan Yesus bahwa ia akan menyangkal-Nya tiga kali sebelum ayam
berkokok dua kali, melihat Yesus mati, bertemu dengan Yesus yang bangkit,
merasakan kasih dan penerimaan Yesus yang begitu besar ketika ia diminta
menggembalakan domba-domba-Nya, menyaksikan kenaikan Yesus, dikendalikan penuh
oleh Roh Kudus dalam berkhotbah di hari Pentakosta dan melihat pertobatan tiga
ribu orang. Semua itu tentunya mengokohkan pengalaman perjalanan bersama Yesus
sejak baptisan Yohanes sampai penangkapan Yesus.
Kebenaran
hati, ketulusan hati, keikhlasan, dapat dipercaya, saleh jalannya, pasti benar,
tidak bersalah, tulus ikhlas, bersih kelakuannya, jujur, merupakan gambaran
kata yang dipergunakan kitab suci kita di dalam memaknai integritas. Di hadapan
semua keturunan Imam Besar dalam Mahkamah Agama di Yerusalem saat itu,
Petrus, salah seorang pemimpin jemaat saat itu, sungguh dapat dipercaya sebagai
saksi Kristus yang menyatakan kebenaran yang diyakininya. Ini sungguh berbeda
dengan yang terjadi di hadapan seorang hamba perempuan dan orang-orang lain di
halaman Imam Besar ketika ia dikenali sebagai orang yang selalu bersama-sama
Yesus.
Kepemimpinan
yang berintegritas ditumbuhkan melalui pengalaman hidup bersama pribadi yang
berintegritas dan sanggup melatih serta iman yang kokoh dalam-Nya. Sanggupkah
pemuridan kita di sekolah, kampus dan gereja menumbuhkannya?
*Penulis
Adalah Staf Mahasiswa Perkantas Surabaya 2009-2014
Komentar
Posting Komentar