Psikologi Akhlak


Psikologi Akhlak 
oleh Agung Kurniawan, M.Psi, psikolog

Ketika dipenghujung tahun 2009 republik kita tercinta disibukkan dengan gonjang -ganjing mengenai kasus Prita, KPK dan bank Century, kita dikejutkan oleh meninggalnya seorang bapak bangsa, guru bangsa, KH Abdurrahman Wahid tepat diakhir hari tahun 2009. Ketika rakyat Indonesia sedang mengalami “ anciety disorder dan paranoia disorder” terhadap penguasa negeri ini, rakyat Indonesia kembali di dera oleh kesedihan yang mendalam karena telah kehilangan seorang pamong negeri yang terus berjuang mengawal demokrasi dan hak asasi manusia yang sering dicabik-cabik oleh orang-orang atau penguasa yang memiliki kepribadian psikopat baik yang ringan maupun yang berat. Kesehatan mental rakyat semakin terpuruk seiring dengan kondisi ekonomi yang semakin jauh dari kesejahteraan. Jika bangsa ini semakin hari kehilangan orang-orang arif bijaksana yang berjuang demi kebenaran belaka, dan yang muncul adalah para psikopat yang merebak bagaikan jamur, maka kesedihan rakyat Indonesia akan berubah menjadi depresi. Lengkap sudah penderitaan negeri ini, dari mengalami anciety, paranoia dan kemudian depresi. Anciety dan depresi bisa membuat negeri ini menjadi skizophrenia atau bunuh diri yaitu kehancuran dan perpecahan, sedangkan paranoia negeri ini bisa menjadi avoidance disorder atau antisocial disorder yaitu ketidakacuhan rakyat terhadap negerinya sendiri bahkan sebuah revolusi.  Hal ini sungguh suatu akhir yang menyedihkan. Seandainya hal itu terjadi maka para pendiri bangsa ini akan sedih jika mereka seandainya bangkit kembali melihat kondisi negeri ini. Negeri ini tidak memerlukan seorang cendekia karena sudah banyak cendekia yang memiliki IQ superior, namun negeri ini memerlukan orang-orang yang memiliki “roh” Sukarno, Hatta, Hoegeng, Gus Dur dan para pahlawan bangsa yang lain yang senjata utamanya adalah keutamaan budi pekerti dan akhlak yang mulia.
            Roh-roh itu adalah roh yang memiliki kemauan untuk listening, emphaty dan berjuang untuk negeri ini sesuai dengan bingkai kearifan budi pekerti dan akhlak yang mulia. Roh-roh yang tidak memiliki nafsu entertainment, yaitu dorongan untuk menjadi tontonan demi harga diri, namun yang memiliki jiwa seorang gembala yang memberikan tuntunan demi sebuah harga kebenaran. Roh-roh yang berperan sebagai seorang konselor yang mendengar masalah negeri ini, memberikan pencerahan dan dukungan supaya negeri semakin sejahtera. Roh-roh yang memiliki kearifan dan kebijaksanaan yang tidak di dapat dari perguruan tinggi yang lebih mengasah akal, namun dari perguruan sederhana yang mengasah akhlak yang mengedepankan kemanusiaan. Ilmu tersebut hanya bisa di dapat ketika seseorang tetap mampu menjaga nuraninya dan selalu bergulat dengan kebenaran dan kesucian, baik yang berasal dari kearifan local maupun kitab suci. Roh-roh ini adalah roh-roh yang telah mendapatkan pencerahan dari pergulatannya tersebut dan mendapatkan titik balik dari kehidupannya yang kemudian bergerak, berjuang sesuai dengan nuraninya. Mereka adalah orang-orang yang digerakkan oleh keyakinan dan visi kebenaran sehingga tidak mudah diombang-ambingkan oleh hal-hal yang bersifat material belaka.

Akhlak yang memimpin
            Di penghujung akhir abad 20 ini, ranah psikologi banyak mengalami pembaruan paradigma yang cukup mengguncang dunia. Pembaruan tersebut dipengaruhi oleh spirit postmodern yang tengah berhembus kencang di akhir abad 20. Di era abad modern, dunia sangat mengunggulkan kehebatan IQ yang dipercaya merupakan factor sukses seseorang dalam karir dan kehidupannya. Pengaruh ini bisa dirasakan dalam dunia pendidikan, yang  kurikulumnya lebih menitikberatkan pada perkembangan kognisi dibandingkan kehidupan social dan budaya. Para siswa lebih memiliki gengsi ketika berhasil masuk jurusan IPA daripada jurusan IPS, dan para orang tua berlomba-lomba memberikan nutrisi terbaik bagi anaknya supaya kelak menjadi anak yang cerdas, daripada berlomba-lomba dalam memberikan waktu bagi anak-anaknya untuk membimbing mereka menjadi anak yang berakhlak mulia.
            Namun nampaknya manusia abad modern menyadari bahwa penekanan kepada IQ belaka tidak membawa dunia kepada dunia yang lebih sejahtera dan nyaman untuk dinikmati. IQ tidak cukup bisa memanusiakan manusia. Imperialisme barat merupakan contoh sejarah yang menunjukkan kejahatan dan kerakusan manusia dan membawa penderitaan bagi manusia lainnya. Kejahatan social, kasus bunuh diri, keretakan rumah tangga, drug, dsb merupakan kasus-kasus yang menduduki ranking tertinggi di negara maju. Bahkan di decade awal abad 21, dunia dikejutkan oleh peristiwa 11 September yang kemudian stigma terorisme mulai muncul. Dunia tidak lagi menjadi tempat yang aman, peperangan dan kecemasan karena tindakan bom bunuh diri merupakan fakta yang tidak dapat disangkali bahwa penekanan kepada keunggulan IQ/akal saja tidak membawa dunia lebih baik. Belum lagi permasalahan krisis iklim global dunia.
            Para ahli psikologi akhirnya memunculkan paradigma EQ, AQ dan SQ. Dari semua hal itu, SQ merupakan factor yang paling menentukan kesejahteraan manusia. SQ ibarat busur panah, sedangkan EQ, IQ dan AQ adalah anak panahnya. Jika bidikan busur panah tepat sasaran, maka anak panah tersebut akan menghancurkan hal-hal yang jahat. Namun jika busur panah tidak tepat sasaran, maka justru kebaikan yang dihancurkannya. Dalam semua sejarah peradaban dunia menunjukkan bahwa yang secara IQ menunjukkan kemajuan yang luar biasa, namun akhirnya hancur dan bahkan ada yang menjadi puing-puing saja. Budaya tertua yang hingga sekarang belum tergilas oleh kemajuan jaman, adalah budaya Cina. Budaya Cina mampu bertahan berabad-abad bukan saja karena kehebatan intelektualnya semata, namun juga karena kearifan dan kebijaksanaan ajaran Kongfusianis dan Taoismenya. Eropa dan Amerika berhasil menjadi mercusuar dunia, karena pada awalnya didasarkan kepada kearifan dan kebijaksanaan ajaran Kristen yang mengatur kehidupan kedua Negara tersebut. Banyak sekali contoh baik secara perorangan maupun suatu Negara yang menjadi mercusuar dunia adalah orang-orang atau negara yang mengedepankan kearifan dan kebijaksanaan yang bersumber dari akhlak yang mulia.
            Indonesia adalah Negara yang kaya baik dalam sisi kekayaan alam, budaya, suku, bahkan kaya akan orang-orang yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi. Berkali-kali Indonesia berhasil menjadi juara 1 dalam kompetisi yang berkaitan dengan intelektual yaitu fisika dan matematika. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan orang-orang Indonesia tidak kalah bersaing dengan negara-negara maju. Namun mengapa Indonesia tidak pernah menjadi negara yang maju ¿  Bahkan Indonesia tertinggal dengan negara-negara tetangga di kawasan terdekat Asia Tenggara ¿ Hal itu karena semua sumber daya kekayaan Indonesia tidak dibimbing oleh kearifan dan kebijaksanaan yang bersumber dari kemuliaan akhlak. Pendidikan Indonesia masih terlalu menekankan olah intelectual saja namun belum menyentuh bahkan cenderung mengabaikan olah akhlak. Pendidikan agama di perguruan tinggi hanya sebatas olah intelectual untuk memperoleh nilai A (pemahaman doktrinal), bukan menjadi sarana untuk olah akhlak.
            Bangsa ini memerlukan seorang pemimpin yang arif dan bijaksana, bukan hanya seorang cendekia. Orang-orang yang tidak hanya bergulat dengan keilmuan namun juga bergulat dengan nurani dan kebenaran. Institusi pendidikan perlu berubah dengan tidak mengabaikan pendidikan akhlak dan psikologi pun perlu memperhatikan sisi akhlak dalam proses terapeutiknya. Indonesia memerlukan suatu psikologi akhlak.


Komentar