oleh Fransisca Riswandani
Tetapi
Musa berkata di hadapan TUHAN : "Orang Israel sendiri tidak mendengarkan
aku, bagaimanakah mungkin Firaun akan mendengarkan aku, aku seorang yang tidak
petah lidahnya!" (Keluaran 6:11)
Sepintas,
pemikiran Musa ini benar. Seorang petah lidah mungkin nampak kurang berwibawa
jika dibandingkan dengan gelegaran suara Sukarno yang mampu membakar hati
Indonesia. Musa memiliki kekurangan. Nampaknya ini memang akan menghambat
bahkan menggagalkan tugasnya Secara obyektif ketika Musa melihat dirinya petah
lidah adalah sebuah kebenaran, tetapi pemikiran bahwa petah lidah berarti tidak
dapat memimpin itu adalah pemikiran yang tidak proporsional. Tidak proporsional
karena Musa berpikir kelemahan diri sama dengan tidak bisa melayani. Jika kita
mengikuti kisah Musa selanjutnya, Allah tetap memakainya dengan luar biasa.
Sehingga pemikiran dan kekawatirannya sesungguhnya tidak terbukti.
Saudara,
berapa banyak pemikiran-pemikiran kita yang tidak proporsional seperti Musa.
Hal itu bukan hanya menghambat kehidupan kita, tetapi juga menghambat pekerjaan
Allah. Setiap tokoh-tokoh yang dipakai Allah di dalam Alkitab seringkali
melayani bukan hanya dengan karunianya, tetapi juga dengan kelemahannya.
Abraham, Yakub, Paulus, Petrus, Timotius, mereka adalah orang-orang biasa yang
berani menerima tawaran Allah untuk menyatakan kerajaan-Nya. Mereka tidak
berfokus kepada kelemahannya tetapi mereka melihat Allah yang hidup. Kelemahan
bukanlah sebuah masalah bagi Allah karena Ia juga memberikan kepada kita karunia-karunia
untuk melayani serta penyertaan-Nya yang sempurna.
Pemikiran
proporsional seorang murid Kristus bukan hanya menerima dengan obyektif
kelemahan kita, menerima apa yang menjadi atau yang tidak menjadi karunia kita,
tetapi juga melihat bahwa Allah turut dan sanggup bekerja di dalam semua hal
untuk menjadikan kerajaan-Nya nyata.
Komentar
Posting Komentar