KRISIS
PENDIDIKAN VS BISNIS PENDIDIKAN
oleh
Ir. Boedi Tjusila, MM
Kurang
lebih 10 tahun yang lalu seorang usahawan yang juga seorang pendiri sekolah
dalam sebuah forum para pendidik mengatakan bahwa pendidikan di masa yang akan
datang akan menjadi sebuah “Industri”. Pada saat itu banyak dari peserta forum
tersebut tidak sependapat dengan pernyataan tersebut. Kita bisa melihat apa
yang terjadi dunia pendidikan di Indonesia sekarang, mau tidak mau kalimat
tersebut sudah menjadi suatu kenyataan.
Penulis
mempunyai seorang teman yang merupakan seorang usahawan dan juga mendirikan
sebuah sekolah. Sekolah yang didirikannya memiliki landasan nirlaba (non profit)
dalam arti setiap rupiah yang diperoleh dari keuntungan sekolah akan
dikembalikan untuk pengembangan pendidikan di sekolah tersebut. Suatu hari dia
berkata, “ Kalau kita tidak kuat dalam mempertahankan sebuah idealism
pengelolaan sekolah maka akan sangat mudah berubah menjadi suatu institusi
mencari keuntungan semata.” Kenapa pernyataan ini bisa keluar? Karena sekolah
yang dia dirikan adalah salah satu sekolah yang cukup baik dan banyak orang tua
memasukkan anak mereka ke sekolah tersebut sehingga secara cepat kuota murid
terpenuhi dan mengahsilkan sejumlah uang yang banyak dalam waktu yang tidak
terlalu lama.
Suatu
hari penulis mendapat kesempatan berdiskusi dengan seorang usahawan yang
memiliki sekolah. Diskusi ini terjadi karena sang pemilik sekolah ini ingin
mengundang penulis menjadi direktur di sekolahnya. Pemilik sekolah ini adalah
seorang Kristen dan dalam diskusi kami tercetuslah suatu gagasan bagaimana
mengelola sekolah seperti halnya mengola institusi yang menghasilkan keuntungan
belaka.
Dari
cerita di atas telah kita telah mendapat sebuah gambaran bagaimana padangan
mengenai pendidikan oleh para pendiri sekolah telah terjadi perbedaan sangat
besar. Bagaimana dengan gereja yang mendirikan atau memiliki sekolah dalam
mengahadapi arus ini? Secara langsung atau tidak, telah terjadi pergeseran
padangan secara perlahan tentang sebuah idealisme dan visi dalam mengola
institusi pendidikan. Banyak faktor yang mempengaruhi pergeseran sekolah yang
menjalankan idealismenya sehingga menjadi sekolah yang berlandaskan pada
keuntungan belaka dan pada akhirnya pendidikan menjadi suatu “industri”. Maka pada
tulisan ini, penulis lebih menfokuskan pandangannya pada pengelolaan sebuah
institusi pendidikan swasta.
Beberapa
faktor yang telah mempengaruhi hal di atas adalah faktor “bisnis” itu sendiri.
Bisnis sekolah dipandang oleh para usahawan sebagai sebuah bidang yang
strategis. Sekolah dibutuhkan oleh setiap orang yang hadir di dalam dunia ini.
Sekolah yang berkelas dalam artian tingkat “kemahalan” hingga kepada sekolah
yang menengah ke bawah sangat dibutuhkan. Kedua, bidang pendidikan sangat
resisten terhadap krisis keuangan . Apabila terjadi krisis keuangan oleh sebuah
keluarga dengan otomatis prioritas pemotongan pengeluaran keuangan pada bidang
ini tidak mudah dan mungkin akan menjadi bagian terakhir atau kedua akhir
setelah kebutuhan pokok rumah. Ketiga adalah ketidakmengertian natur dari pada
pendidikan itu sendiri sehingga banyak pendiri-pendiri sekolah hanya mengerti
sebagian kecil natur pendidikan tersebut. Pendidikan difokuskan kepada
penguasaian materi dan akademik semata dari pada natur itu sendiri.
Apakah
sekolah yang didirikan oleh gereja atau pengolaannya yang dilakukan oleh
gereja, dapat bergeser juga ke arah “bisnis”? Tidak bisa dijamin 100% bahwa
tidak akan ke arah sana, tetapi sekolah yang berlatar belakang gereja akan
lebih resisten dibanding perseorangan. Adanya kecenderungan ke arah “bisnis
pendidikan” sudah terasa. Mengapa hal ini bisa terjadi? Pertama, sebagian
penatua/majelis/yayasan yang dipercayakan oleh gereja untuk duduk dalam
pengolaan sekolah masih memerlukan pengetahuan yang lebih tentang filosofi atau
konsep pendidikan Kristen. Mereka menjabat dalam yayasan atau Board sekolah
karena sebagian besar dilatarbelakangi oleh profesi mereka sebagai usahawan
atau professional di bidang yang berbeda. Krisis bisa terjadi lebih parah lagi,
apabila mereka sama sekali tidak mau belajar atau mengetahui natur pendidikan
tersebut.Tidaklah heran kalau ada sekolah Kristen yang pengelolaannya sama
seperti sekolah pada pandangan di atas. Yang lebih parah lagi, justru ada
beberapa sekolah Kristen yang sudah tidak sanggup mengelola sekolah sehingga
dijual kepada pihak lain. Kedua, sekolah Kristen terjebak dalam kompetisi
yang tidak dalam natur pendidikan itu sendiri. Bukankah sekarang banyak sekolah
Kristen yang besar dan turut serta berlomba dalam iklan atau slogan yang
menitikberatkan kepada pengetahuan belaka? Kompetisi ini secara tidak langsung
telah membawa sekolah Kristen lebih menuju ke arah bisnis daripada visi dan
misi. Berlomba menghasilkan para juara-juara olimpiade di tingkat nasional
maupun international. Apakah hal ini menjadi haram? Jawabannya tidak, tetapi
tidak pada porsi utama dalam dunia pendidikan Kristen. Ketiga, terjadi
dikotomi pandangan pendidikan Kristen sebagai ladang misi atau usaha. Kadang
pengurus yayasan tidak menerima secara utuh dan benar akan visi dan misi
pendidikan Kristen dari pemimpin gereja maka akibatnya adalah pergeseran
landasan pengolaan dunia pendidikan.
Indonesia
tidak kekurangan orang-orang yang pintar dan cerdas yang menyelesaikan jenjang
pendidikan mereka di luar negeri maupun dalam negeri dengan prestasi yang
gemilang. Enam puluhan tahun lebih, Indonesia telah merdeka, tetapi mengapa
bangsa ini masih dalam keterpurukan terutama semakin meningkatnya jumlah
kemiskinan. Tidak ada pemimpin di dunia ini yang tidak memperhatikan pendidikan
apabila dia ingin negaranya lebih maju dan baik. Mantan perdana menteri Inggris
mengatakan ada tiga kata yang penting dalam dunia ini yakni PENDIDIKAN,
PENDIDIKAN, dan PENDIDIKAN. Apakah bangsa kita kekurangan orang yang pintar dan
cerdas sehingga negara kita masih dalam kondisi yang demikian ?
Pendidikan
yang diterapkan di negara ini sudah sangat komplek. Dari sekian banyak masalah
dalam sistem pendidikan, penulis akan menyoroti segi kualitas akademik seorang
siswa. Hal ini telah mendorong pengelola sekolah berlomba-lomba untuk
menghasilkan siswa dengan nilai yang baik sehingga mereka pun lupa akan natur
dari pendidikan itu sendiri. Sebagian besar sekolah di Indonesia terus berlomba
dalam hal akademik tetapi melupakan hal kerohanian dan karakter (budi pekerti
atau akhlak manusia). Kalaupun ada hanya sebagian kecil dalam proses
pembelajaran yang terjadi di sekolah. Hal ini semakin menjadi-jadi di
masa-masa sekarang dikarenakan masalah pangsa pasar (market), tekanan pihak
tertentu bahkan orang tua secara tidak langsung turut berperan dalam hal ini.
Kalaupun proses ini terus berlanjut tidak mungkin negara akan keluar dari
pergumulannya selama ini. Penekanan hanya kepada kepintaran semata tetapi
melupakan keutamaan pendidikan.
Bagaimana
pendidikan Kristen di Indonesia saat ini ? Sekolah-sekolah Kristen yang berdiri
sudah lama memiliki konsep misi dan di dalam pengelolaannya sangat sederhana.
Mereka memiliki persekutuan siswa, renungan pagi, doa siswa, retreat siswa, dan
dengan adanya pelajaran agama serta karakter maka inilah sekolah Kristen. Tuhan
sangat memakai kesederhanaan ini dan menjadi berkat bagi banyak orang bahkan
menjangkau jiwa-jiwa kembali kepada Kristus. Zaman dan tantangan saat ini sudah
berbeda, konsep pengolaan sekolah sudah harus lebih maju dibanding dulu. Oleh
karena itu, beberapa sekolah Kristen atau sekolah yang memilki nilai Kristiani
telah mengembangkan hal lebih dalam yakni bagaimana mengintegrasikan ilmu
pengetahuan dan firman Tuhan dalam setiap pelajaran.
C.S.
Lewis mengatakan bahwa “DIA menginginkan hati seorang anak bukan berkembangnya
pikiran…. DIA juga menginginkan setiap kecerdasan kita untuk dapat dipakai
dengan tepat pada pekerjaan kita, dan untuk kedisiplinan di kelas.
Pergumulan
bangsa Indonesia saat ini harus kembali kepada pendidikan. Pendidikan utama
dimulai dari ruang lingkup yang terkecil yakni keluarga. Dalam Perjanjian Lama
tidak ada pendidikan yang formal dan kepala keluarga menjadi guru untuk
menyampaikan pesan dari Tuhan (Ul.. 6 : 5 – 9). Perhatikan perintah ini,
hubungkan dengan kalimat C.S Lewis di atas bahwa hati merupakan pusat
perkembangan seorang untuk menjadi baik. Kalau hati sudah di serahkan kepada
Tuhan maka kecerdasan dan tanggung jawab kita sebagai anak Tuhan akan
dipergunakan secara tepat.
Pendidikan
Kristen harus memperkenalkan kembali cara pandang yang menekankan bahwa bukan
alam dan manusia yang menjadi objek utama dari penyembahan kita, tetapi Tuhan.
Pendidikan tidak pernah netral, pendidikan Kristen harus menjamin bahwa para
siswa mempelajari dunia dan lingkungan mereka, serta melaksanakan tugas-tugas
mereka di dalam dunia berdasarkan perspektif pandangan Alkitab tentang dunia.
Tuhan
telah memberikan tanggung jawab utama kepada orang tua untuk mengasuh dan
mendidik anak-anak mereka dan sekolah merupakan bagian (partner) orang tua
untuk menolong mereka dalam melaksankan tanggung jawab ini. Dalam kenyataan
secara umum, hal ini menjadi terbalik karena justru sekolah yang diberi
tanggung jawab utama dalam mendidik anak-anak. Kenyataan ini juga menjadikan
sekolah Kristen memilki peran yang berat karena harus membukakan pandangan
kepada orang tua dan secara bersamaan harus menjalankan panggilan mendidik
anak-anak
Pendidikan
Kristen harus melakukan reformasi agar berdampak lebih luas dan besar.
Reformasi harus dimulai dari gereja dalam arti pemipin, anggota yayasan, dan
orang Kristen yang memiliki sekolah yang berlandaskan nilai Kristiani. Reformasi
filosofi dan konsep pendidikan Kristen kepada mereka yang sudah berkomitmen
melayani dalam pendidikan dan alangkah lebih bertanggung jawab lagi apabila
mereka mau belajar lebih dalam tentang dunia pendidikan.
Reformasi
kelembagaan sekolah yang sesuai dengan panggilan Allah membawa kembali
jiwa-jiwa kepada Tuhan. Sekolah merupakan bagian dari panggilan Allah dalam
konteks penginjilan. Apabila siswa-siswa dimenangkan melalui lembaga sekolah,
secara otomatis pertobatan siswa-siswi tersebut akan memberikan dampak kepada
ilmu pengetahuan. Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Pengetahuan
yang benar dan akan dipakai secara tepat oleh seseorang apabila mereka mengenal
Tuhan.
Reformasi
haluan kurikulum yang hanya menekankan akademik menjadi penekanan pembelajaran
segala ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan cara pandang firman Tuhan. Thomas
Aquinas menyimpulkan bahwa Tuhan adalah pemikir asli, karena itu dunia yang DIA
ciptakan harus merefleksikan pikiran-Nya. Dengan meneliti pencipta-Nya,
kita belajar mengenal Tuhan dan jalan-jalan-Nya. Semua kebenaran adalah
kebenaran Allah, maka sangat tepat untuk memberikan tempat yang utama pada
kurikulum Kristen untuk mempelajari pengetahuan alam.
Kiranya
melalui kerja keras selama masih siang, maka segala usaha kita tidak akan
sia-sia. Membangun negara bukanlah pekerjaan mudah dan pendidikan merupakan
bidang yang strategis dalam hal ini. Penulis mengajak seluruh mahasiswa dan
alumni yang memiliki beban dalam dunia pendidikan untuk melakukan sesuatu bagi
bangsa dan negara melalui generasi muda yang kita bina dan didik. Tuhan
memberkati.
Ir.
Boedi Tjusila, MM
Executive
Director
Sekolah
Kristen Trimulia & Bintang Mulia - Bandung
Komentar
Posting Komentar