KRISIS EKOLOGI & KEPEMIMPINAN KRISTEN: PEMIMPIN YANG TIDAK TAHU DIRI (MENGANGGAP DIRI BERHAK) DAN RAKUS ADALAH SUMBER MASALAH EKOLOGI DUNIA - KAJIAN KEJADIAN 13: 1-18; MATIUS 24: 3-7- 14; MARKUS 13:3-8; LUKAS 4: 25; 21: 7-11


KRISIS EKOLOGI & KEPEMIMPINAN KRISTEN: PEMIMPIN YANG TIDAK TAHU DIRI (MENGANGGAP DIRI BERHAK) DAN RAKUS ADALAH SUMBER MASALAH EKOLOGI DUNIA - KAJIAN KEJADIAN 13: 1-18; MATIUS 24: 3-7- 14; MARKUS 13:3-8; LUKAS 4: 25; 21: 7-11 

PENGANTAR: DATA PUBLIK
5 Juni adalah Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Enviroment Day (WED).  Dalam kolom Opini harian Kompas terbitan Kamis, 5 Juni 2008 (halaman 6), Marison Guciano menyuguhkan tulisan berjudul “Ecocide!” (pemusnahan massal lingkungan atau ekosistem sebagai sumber-sumber kehidupan). Penulis memaparkan terungkapnya proses alih fungsi hutan lindung di Bintan oleh anggota DPR dengan disetujui pejabat negara yang berwenang yang tentu saja ada uang suapnya. Sumber perusakan lingkungan di sini jelas adalah “hati” para pimpinan tinggi negara, sebagai penentu “nasib masa depan” negara, yang “serakah”, “egois”, “licik”, “mengambil peluang penggunaan wewenang yang menguntungkan dirinya.” Akibatnya, tentu ekosistem lingkungan rusak dan rakyat kecil akan menerima dampak kerusakan itu, sehingga mereka menjadi bertambah miskin dan tidak bisa hidup layak dan sehat sebagai manusia.

Kompas, Jumat, 6 Juni 2008, dalam halaman Humaniora-Fenomena (hal. 14), mengangkat tulisan mengenai lingkungan hidup dengan judul “Perlu Kelola Perilaku.” Tulisan ini memaparkan bahwa lingkungan memiliki kemampuan melumat ‘limbah’ sehingga alam tetap bersih dan tercapai keseimbangannya. Namun, karena tekanan manusia, daya alam itu melemah, bahkan menghilang. Perlu campur tangan manusia untuk mengatasi pencemaran akibat ulah sendiri tersebut. Penanggulangan ini harus dimulai dengan membenahi perilaku pemerintah dan warganya. Upaya mengubah perilaku atau kebiasaan bukan perkara mudah dan cepat.  Dalam terbitan yang sama, di rubrik Metropolitan (hal. 26) tertulis berita mengenai kualitas air dengan judul: “Empat Sungai di Bekasi Tercemar,” di mana sungai-sungai tersebut tercemar oleh logam dan bakteri berbahaya sebagai akibat pembuangan limbah industri yang tidak diolah. Ironisnya air sungai tersebut merupakan bahan baku air minum di Bekasi dan Jakarta yang jelas tidak memenuhi syarat air minum warga. pengrusakan lingkungan di sini jelas disebabkan oleh hati manusia yang “tidak memiliki perasaan, tidak peduli, tidak malu karena tidak tahu malu dan tidak punya malu yang tidak mau tahu apa saja akibat yang akan diterima oleh sesamanya.” 

Dalam Kompas, Sabtu, 7 Juni 2008 pada halaman Bisnis & Keuangan (hal. 21), tertuang hal penting yang terkait dengan pertanian berjudul: ”Menyelamatkan Waduk, Menolong Kehidupan. . . .” Paparan ini adalah salah satu dari hal yang diulas Kompas, Kamis, 12 Juni 2008 pada halaman 16, dengan judul “Ahim & Zaenal, Raksabumi (penjaga hutan) di Neglasari” (kampung yang berbatasan dengan Gunung Simpang di Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Penulis menyatakan bahwa bencana alam yang terjadi di Indonesia bisa dikatakan sebagai buah keserakahan  manusia yang mengambil hasil hutan secara tidak terkendali. Tak heran kalau cagar alam Gunung Simpang seluas 15.428 hektar dengan pohon-pohon yang besar sangat menggoda sebagian orang untuk memanfaatkannya secara berlebihan. Dalam tulisan tersebut Ahim mengatakan selama hutan terjaga dan tidak dirusak oleh siapa pun, air irigasi akan mengalir sepanjang musim (catatan: padi bisa ditanam tiga kali dalam setahun yang merupakan produk sawah irigasi di wilayah ini). Air untuk kebutuhan rumah tangga juga akan tersedia kapan pun. Listrik akan terus menyala, tak pernah putus (catatan: air dari hutan digunakan untuk menggerakkan kincir yang memutar dinamo sehingga dihasilkan energi listrik). Di sini jelas tertulis bahwa sumber perusakan lingkungan hidup adalah “keserakahan atau kerakusan hati manusia.”

Dari paparan sebelumnya menjadi jelas bahwa “hati dari manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah” adalah sumber perusak lingkungan hidup bumi ciptaan Tuhan ini. Kita akan membahas tema “Krisis Ekologi dan Kepemimpinan Kristen” mulai dari Kejadian 1 mengenai penciptaan alam semesta yang menjadi tempat untuk kebutuhan hidup umat manusia. 




PEMBAHASAN
Kejadian 1: 24-30
Alam dan isinya diciptakan dahulu sebelum manusia dengan tujuan menyediakan kebutuhan hidup manusia. Berarti, memang Tuhan memakai alam dengan segala isinya menjadi sumber hidup dan kelangsungan hidup manusia sehingga jika merusakkannya, manusia akan tahu sendiri akibat yang harus ditanggungnya.
Dalam Kejadian 1: 26-29 Tuhan berfirman: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
“Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas binatang yang merayap di bumi.” Berikutnya Tuhan berkata: “Lihatlah Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu”.
Dari paparan ayat-ayat tersebut jelas bahwa kita tidak bisa menafsir “beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi. . .” lepas dari konteks maksud Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, menurut gambar-Nya.  Begitu juga perintah “berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”.   
Maksud Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya agar ketika melaksanakan mandat untuk berkembang biak dan menguasai ciptaan Tuhan di alam ini, manusia bisa menghadirkan pemerintahan Allah di bumi ini. Seluruh alam berasaskan karakter Allah. Karakter Allah, antara lain: kasih, kesucian, keadilan, kebenaran, ketertiban, dan ketegasan semuanya adalah unsur-unsur karakter Allah yang dapat dipilah dan dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan, karena semua karakter itu ada dalam satu kesatuan. Begitu juga dengan pengasihan, berkat, kemurahan, kesabaran, pemberian kesempatan, pengampunan, anugerah adalah bagian dari karakter kasih Allah. Sedangkan murka Allah adalah ungkapan ketegasan karakter kesucian, keadilan, kebenaran, dan ketertiban Allah.
Murka sebagai ungkapan ketegasan karakter Allah ini bisa terlihat pada diri siapa saja, kapan saja, di mana saja, baik pribadi, kelompok keluarga, kelompok umat, atau pun kelompok seluruh umat manusia yang telah melakukan kejahatan terhadap sesama, termasuk kejahatan pada lingkungan hidup, yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Jika manusia mau memiliki anak, ia harus dapat memelihara anaknya tersebut dengan memberi makanan, minuman yang cukup dan menyehatkan. Oleh karenanya manusia harus berpikir: kalau anak banyak, apakah ia sanggup memberikan kebutuhan hidup dasar yang cukup kepada anaknya sebagai manusia ciptaan Tuhan yang bermartabat.
Kalau anak banyak, jelas membutuhkan makanan dan minuman yang juga banyak. Pasti makanan dan minuman yang dibutuhkan manusia akan diperebutkan dan menjadi pemicu keributan antar sesama umat manusia. Siapa yang salah? Lihat saja catatan pertengkaran antara gembala Lot dengan gembala Abram. Kelihatan sekali Lot itu sangat menekankan haknya, padahal dia itu keponakan Abram yang dipelihara oleh Abram sejak kecil. Bersamaan dengan itu juga kelihatan hatinya yang rakus atau tamak. Buktinya dia sampai mau tinggal di kota Sodom yang memang untuk perdagangan sangat menguntungkan. Peristiwa tersebut terjadi pada saat tanah yang menjadi sumber hidup masih luas (Kej 13: 1-18). Apalagi sekarang ini. Tentu tidak terbayangkan. Kebutuhan makanan dan minuman, termasuk kebutuhan hidup ternak peliharaannya, tentu berasal dari tanah yang subur, dan makin hari akan makin dibutuhkan tanah yang makin luas. Jumlah orang yang bertambah juga tentu membutuhkan tempat tinggal yang lebih banyak dan dengan sendirinya membutuh tanah yang lebih luas. Padahal, untuk kebutuhan makanan dan minuman yang lebih banyak, tentu membutuhkan lahan untuk menanam tumbuh-tumbuhan yang terkait.
Jadi jelas bahwa, baik manusia untuk beranak cucu atau menguasai alam bumi yang menjadi sumber makanan kelangsungan hidup manusia, benar-benar harus dikelola dengan menghadirkan pemerintahan Allah berasas karakter-Nya yang sudah dipaparkan sebelumnya.

Berarti perintah “taklukkan dan kuasai alam dengan ciptaan Tuhan lainnya” tentu harus dilakukan dengan tertib, baik mengatur, memelihara kelangsungan hidupnya, maupun mengendalikan, bukan semau manusia. Juga bukan dengan cara eksploitasi.  

Kalau semua ini dilakukan manusia dengan taat pada maksud Tuhan menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, maka tidak akan terjadi sebagaimana yang terjadi di seluruh dunia saat ini. Tentu ada sejumlah bencana alam yang terjadi memang adalah dari alam ini sendiri, seperti tsunami, gempa, gunung meletus. Tetapi kalau lapisan ozon rusak,  es kutub utara cair, polusi berat di udara, tanah, dan air, banjir dan longsor yang banyak disebabkan hutan yang gundul, jelas semua bencana itu adalah akibat dari ulah manusia sendiri yang harus ditanggungnya.

Mari sekarang kita membahas sumber pemicu persoalan manusia yang diciptakan Tuhan ragam di bumi ini, termasuk perusakan ekosistem alam bumi ciptaan Tuhan ini.              

Kejadian 3: 1-24
Dari kejatuhan manusia mula-mula sudah kelihatan bahwa manusia itu menekankan pemakaian haknya dan tamak akan segala hal, termasuk kekuasaan. Jadi, pada sikap dan tindakan manusia mula-mula itu sudah terlihat jelas bahwa mereka lebih suka mengikuti saran Setan yang memanfaatkan nafsu kedagingannya daripada menuruti perintah Tuhan. Sudah digambarkan Paulus di Roma 1: 29, kita adalah keturunannya yang harus sadar akan kelemahan kita sebagai manusia ini. Paulus, sebagai seorang rasul, justru telah dengan jujur mengakui di Roma 7: 18 bahwa “di dalam diri dia sebagai manusia, tidak ada yang baik.” Kalau kita tidak mau mengakui ini, maka umat manusia dengan alamnya akan semakin hancur dan musnah. Jangan lupa, kebinasaan kekal menanti manusia yang tidak mau jujur mengakui kelemahannya dan mengakui dirinya tidak sanggup untuk mengatasinya. Mari kita mohon kemurahan dan pengasihan Allah Bapa melalui Yesus Kristus yang telah mengutus Roh Kudus untuk memberi dukungan dan kekuatan kepada manusia untuk menghadapi kedagingannya sampai akhir hayatnya.


Markus 7: 21
Isi dari Markus 7: 21 yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus Kristus: “Sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, antara lain, yang terkait dg tema, adalah “pencurian,” “keserakahan,” “kejahatan” (semua), “kelicikan” (tipu muslihat), jelas adalah suimber masalah kehidupan pribadi, kelompok, masyarakat dan lingkungan alam bumi. Istilah keserakahan tidak terdapat dalam Matius 15: 19; kata yang ada adalah pencurian yang sumbernya jelas dari keserakahan. Rasul Paulus, dalam Galatia 5: 17-21, menggunakan istilah “keinginan daging” untuk menggantikan istilah “hati.” Hal-hal yang dikemukakan rasul Paulus adalah “kepentingan diri sendiri,” “pesta pora” (berkonotasi salah satu gaya hidup boros dan konsumtif tak terkendali).

Yang dinyatakan rakus, tamak, serakah itu siapa? Rakus itu artinya merampas/mengambil sesuatu dengan kasar dan paksa yang bukan haknya. Kalau kita membaca Matius 23: 25, maka yang rakus itu justru adalah para rohaniwan dan tokoh agama, yaitu para ahli Taurat dan orang Farisi. Wah, ini betul-betul harus menjadi peringatan keras dan serius bagi seluruh pimpinan Kristen.  

Oleh sebab itu tidak mengherankan jika Tuhan Yesus Kristus dalam Lukas 12:15 mengingatkan para murid-Nya agar waspada terhadap ketamakan. Orang yang serakah pasti mewujudkannya dengan memperdayakan objek yang menjadi sasaran aktualisasi ketamakannya, baik pada manusia maupun terhadap alam (1Tes. 4: 6).  Orang tamak pasti juga kikir untuk berbuat baik dalam ketulusan (1Kor 5: 10, 11; 6: 10; Mat. 25: 31-46)

Dari paparan Tuhan ini tersimak bahwa tidak mungkin kita akan bisa memberi sesama yang sangat membutuhkan air, makanan tanpa didapat dari air alam yang bersih untuk dikonsumsi secara aman dan menjadi sehat. Dengan kata lain, khususnya untuk era sekarang, sebelum kita menyediakan air layak minum, maka ekosistem lingkungan bumi alam ini dahulu yang harus kita pulihkan, jaga, dan pelihara kelangsungan keberadaannya yang menjadi sumber hidup seluruh umat manusia. Saya berseru: “Mari para calon pimpinan Kristen, kita sadar, kita peka, dan kita wujudkan maksud Tuhan di alam ini!”  


Komentar